Jihad fi Sabilillah Part I

Kehancuran negeri ini banyak disebabkan oleh berkuasanya hawa nafsu pada hampir seluruh komponen bangsa, mulai birokrat, profesional, konglongmerat, sampai rakyat kecil. Dalam setiap kebijakan, bahan pertimbangannya bukan lagi hati nurani, melainkan hawa nafsu yang selalu dikendalikan oleh syaithonirrojim.

Hancurnya gedung WTC dan pentagon di Amerika Serikat (AS) serta penyerangan AS terhadap Afganistan, akhirnya menyulut warga muslim di seluruh dunia untuk melakukan solidaritas terhadap sesama muslim warga Afganistan. Bahkan sebagian anggota Ormas Islam melakukan sweeping terhadap warga Amerika. Sebagian merelakan dirinya berangkat ke Afganistan dengan dalil Jihad demi Islam. Term jihad fi sabilillah sendiri kemudian mengemuka seiring dengan adanya kemelut dunia tersebut.

Jihad, sebagaimana disebutkan dalam Kamus Al Munawwir berarti perang. Dalam kitab fiqh, kata jihad bermakna berperang ke jalan Allah. Dengan maksud upaya yang sungguh-sungguh untuk mempertahankan tegaknya Islam dan terlaksananya syari’ah Islam, sekaligus sebagai upaya mengembangkannya malalui berbagai bentuk kegiatan dan gerakan.

Meski demikian, apabila ditelusuri lebih jauh, jihad esensinya bukan mamusuhi, memerangi, apalagi membunuh orang-orang kafir. Tetapi justru menegakkan Islam di tengah-tengah mereka. Bahkan jika dengan pola argumentasi yang benar dan bisa diterima, kegiatan sosial-ekonomi dan kegiatan lain yang damai, pengakuan Islam, terlaksananya syari’ah-syari’ahdan pengembangan Islam, merupakan hal utama kita lakukan dari pada melakukan peperangan.

Rosulullah Muhammad SAW. pernah bersabda : “Aku diutus untuk memerangi manusia, sehingga mereka bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah serta melakukan sholat dan mengeluarkan zaka. Lalu jika mereka telah mengucapkannya, maka mereka menjaga darah dan harta-hartanya, kecuali dengan hak Islam. Dan hisap mereka diserahkan kepada Allah.” Pada kesempatan yang lain, saat Rasuullah SAW pulang dari berperang : ”Kita pulang dari jihad kecil menuju jihad besar, yakni memerangi hawa nafsu.”

Dua hadits diatas menunjukkan bahwa pertama, tujuan perintah perang adalah untuk menegakkan nilai-nilai Islam, bukan peperangan itu sendiri. Kedua, jihad yang berupa peperangan adalah jihad kecil. Sedangkan jihad yang besar adalah memerangi hawa nafsu. Sebab hawa nafsu cenderung mengajak kepada kejelekan dan kerusakan. Memeranginya jauh lebih berat dari pada memerangi musuh yang tampak.

Kehancuran negeri ini banyak disebabkan oleh penguasaan hawa nafsu pada hampir seluruh komponen bangsa, mulai birokrat, profesional, konglongmerat, sampai rakyat kecil. Dalam setiap kebijakan, bahan pertimbangannya bukan lagi hati nurani, melainkan hawa nafsu yang selalu dikendalikan syeta. Oleh karena itu, pantas Rasulullah SAW, mensyinyalir bila memerangi hawa nafsu itu sebagai jihad yang besar, mengingat sangat berat melakukannya. Disamping itu, implikasi yang ditimbulkan bisa mempengaruhi jalan hidup seseorang, bahkan jalan hidup sebuah bangsa.

KH. Mustofa Bisri (Gus Mus), dalam bahasa yang lugas pernah mengatakan, bahwa Indonesia bisa berubah bila kepala manusianya diputus semua, diganti dengan kepala yang baru. Artinya, begitu besarnya pengaruh pemahaman terhadap nilai-nilai keagamaan (Islam) yang hakiki, sehingga dapat dijadikan pjakan dalam membangun bangsa. Semua itu bisa diwujudkan, bila muncul kesadaran baru dari warganya demi pencapaian keadilan dan kemakmuran yang didasarkan atas nilai-nilai agama yang hakiki, bukan berdasar pemahaman semau guei dan nafsu duniawi belaka.

Dengan demikian, jihad fi sabilillah dalam konteks saat ini tidak harus identik dengan peperangan. Namun bagaimana jika melakukan upaya untuk bisa menjamin tetap tegaknya Islam dan terlaksananya ajaran syari’ah, dan nilai-nilai Islam. Sehingga benar-benar mampu menjadi rahmat bagi seluruh alam. (Kang-minto )