Al Qur’an Kebangsaan

Seandainya Dia tidak menolak keganasan sebagian orang atas sebagian yang lain, niscaya rubuhlah biara-biara, gereja-gereja, rumah ibadat oran Yahudi dan masjid-masjid,


Kebangsaan terbentuk dari kata “bangsa”, dalam kamus bhasa Indonesia diartikan sebagai “kesatuan orang-orang yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa dan sejarahnya”. Disisi lain paham kebangsaan diasumsikan sebagai keterkaitan kepada tanah tumpah darah, adat istiadat leluhur, serta lingkungan penguasaan. Kata kebangsaan muncul di Mesir diistilahkan dengan Al-Ummah Al-Mishriyah yang artinya bangsa Mesir dan di Arab diistilahkan dengan Al-Qaumiyah Al-Arabiyah yang artinya bangsa Arab. Terjemahan Al-Qur’an disusun Departemen Agama RI menafsirkan kata “suhu’uban” diartikan “bangsa”.

Konsekuensinya ketika mencari rujukan yang falid, lalu timbul pertanyaan “Kata apakah yang relevan dipergunakan oleh Al-Qur’an itu, untuk menunjukkan konsep kebangsaan ? apakah dengan kata : Syu’uban, Qauman,Ummatan. Untuk memahami wawasan Al-Qur’an tentang paham kebangsaan perlu merujuk kepada ayat-ayat yang menggunakan kata-kata tersebut, dimulai dari kata “Syu’uban”. DIdalam Al-Qur’an surat AL-Hujarat ayat (49): 13 : “Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan, dan Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. Berpijak dari ayat ini nampak jelas bahwa Islam mendukung paham kebangsaan karena Allah SWT telah menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa.

Selanjtnya kata “Kauman”, kata ini banyak dijumpai dalam Al-Qur’an, antara lain dalam surat Hud (11): 63, 64, 78, 84, dll. (Nabi Hud berkata) “Wahai kaumku aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini, Upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku, maka tidakkah kamu sekalian bisa berpikir ?

Kata “kaum” ditemukan dalam Al-Qur’an sebanyak 322 kali. Dengan pengulangan yang sedemikian banyak merupakan bukti bahwa Al-Qur’an mendukung paham kebangsaan. Bukankah para Nabi utusan Allah seperti Nabi Shalih, Luth dan Hud menyeru kepada masyarakatnya dengan “ya kaumi” (wahai kaumku / bangsaku) walaupun mereka tidak beriman kepada ajarannya.

Al-Qur’an menyerukan agar menghindari diri dari menghina diantara kaum satu dengan yang lain, sebagai manifestasi jiwa kebangsaan dalam menjaga keutuhan umat, tersebut dalam surat Al-Hujarat (49): 11. “Wahai orang-orang yang beriman. Janganlah satu kaum kelompok lelaki menghina kepada kelompok lelaki yang lain dan jangan pula satu kelompok perempuan menghina kelompok perempuan yang lain, karena boleh jadi mereka yang dihina lebih baik dari pada mereka yan menghina”.

Kata “ummatan” yang digandengkan dengan kata “wahidah” terbaca “ummatan wahidah” tersusun sebagai sifat dan mausuf atau na’at dan man’ut, terulang dalam Al-Qur’an sebanyak 9 kali, menekankan umat yang satu bukan penyatuan umat. Logikanya seruan persatuan bukan seruan penyatuan. Firman Allah dalam Surat Al-Maidah (5): 48. “Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu, satu umat (saja)

Natijahnya bahwa Allah SWT tidak menghendaki suatu umat melainkan bermacam-macam umat dengan pertian (kebangsaan). Menurut Ilmu Balaghah kata (law) dalam arti peng-andaian pada ayat tersebut adalah dinilai sebagai “imtina’ limtina’ atau intentionally not to happened artinya disengaja tidak akan terjadi. Ambil contoh lain yang mudah “Seandainya batu itu lunak maka akan aku jadikan roti”. Peng-andaian semacam ini mustahil batu itu lunak maka tidak mungkin dapat dijadikan roti.

Pengertian “umatan Wahidah” adalah umat yang bersatu. Oleh karenanya maka kebangsaan yang sering kali diungkapkan oleh berbagai pihak jangan sekedar difahami sebagai politik penyatuan bangsa dan jangan pula difahami sekedar sebagai toleransi antar umat beragama, akan tetapi hendaknya kebangsaan difahami sebagai relegion teaching (ajaran dari agama) itu sendiri.

Firman Allah dalam surat Al-Rum (30): 22. “Salah satu diantara kebesaran-kebesaran Tuhan adalah menciptakan langit dan bumi, dan menciptakan berlainan bahasamu dan warna kulitmu”. Menangkap dari ayat ini maka jika terjadi bentrok fisik gara-gara difference of husk color (berlainan warna kulit) atau difference of tribe (berlainan suku) padahal masing-masing mengakui sebagai umat yang bersatu, maka sesungguhnya perbuatan mereka justru melawan kudrat dan skenario Tuhan, Sutradara dalam segala titah.

Tersebut dalam surat Al-Hajj ayat 40, “Seandainya Allah tidak menolak keganasan sebagian orang atas sebagian yang lain (tidak mendorong kerja sama antar umat manusia), niscaya rubuhlah biara-biara, gereja-gereja, rumah ibadat oran Yahudi dan masjid-masjid, yang didalamnya banyak disebut nama Allah” Dalam ayat ini jelas bahwa sebagai umat beragama harus menghormati rumah ibadat dari agama manapun. (Yangkung)