The Organizer Post one

Mengenal Diri Sang Organiser
Riwayat Singkat KH. Wahab Hasbullah Jombang

Kertopaten, 31 Januari 1926, lima belas ulama Jawa dan Madura berkumpul untuk menentukan sikap pada Kongres Islam di Makkah. Pertemuan itu dilakukan di rumah seorang ulama progresif yang tinggal di Kertopaten-Surabaya. Dari pertemuan itulah lahir Komite Hijaz. Sebuah tim kerja yang dikhususkan untuk mempertahankan praktek Madzahib al Arba’ah di tanah suci Makkah Al Mukarromah dan Madinah Al Munawwaroh. Kehadiran Ulama’ Jawa dalam pertemuan tersebut sangat penting, sebab di dalam kongres tersebut ada Komite Khilafah, satu badan musyawarah yang salah satunya akan membahas mengenai tata cara peribadatan yang dinyatakan shahih untuk di laksanakan oleh penganut Islam sedunia. Sementara di tanah Suci Makkah saat itu sedang di jangkiti wabah paham Wahabi, salah satu sekte Agama Islam yang menolak praktek-praktek keagamaan yang dikembangkan oleh Ulama’ Ahlussunah wal Jama’ah di tanah Jawa. Komite Hijaz kemudian berangkat ke Makkah dengan di pimpin oleh KH. Wahab Hasbullah. Siapakah dia, hingga di percaya memimpin delegasi ulama Jawa ke pertemuan besar tersebut.?


Fase I : Mengenal Diri ; Sang Organiser
KH. Wahab Hasbullah lahir di Tambakberas , Jombang pada bulan Maret tahun 1888, dari Ayah Kyai Said dan Ibu bernama Fatimah. Keluarga ‘Alim dan nasab pejuang Islam mengalir di dalam darahnya. Ayahnya Kyai Said adalah pengasuh pondok Pesantren Tambakberas, Jombang. Pun Ia masih segaris keturunan dengan Hadratusysyaikh Hasyim Asy’ari Tebuireng, Jombang. Lingkungan pesantren sejak kecil mendidik kehidupannya, sampai dengan usia tiga belas tahun, Wahab kecil di gembleng secara ketat oleh keluarganya. Khazanah keilmuan agama Islam di jejalkan sebagai bekal mengarungi kehidupan dunia. Tak ayal lagi sebelum berburu ilmu kepada orang lain Wahab kecil telah menguasai dasar-dasar mengarungi samudra keilmuan Islam.

Perjalanan mencari ilmu Wahab remaja sampai di Pesantren Langitan Tuban kemudian berlanjut ke Pesantren Mojosari Nganjuk, Pesantren Tawangsari Sepanjang. Tak ketinggalan Wahab muda menyeberangi laut berguru kepada Sang Guru Kyai Syekhona Muhammad Kholil Bangkalan Madura.
Tidak benhenti di situ, kehausan akan Ilmu-ilmu Agama Islam menggerakkan hati Wahab muda untuk belajar langsung di kota tempat Qiblat Umat Islam berada. Ya..,pada umur 27 tahun Wahab muda menuju Makkah Al Mukaromah. Di sana Ia berguru kepada para Syaikh yang juga tinggal di kota suci tersebut. Diantara yang di cecap ilmu dan karomah nya adalah Syaikh Mahfudz at Tarmasi, Syaikh Muhtarom Banyumas, Syaikh Ahmad Khatib Minangkabawi, Syaikh Bakir Yogya, Syaikh Asy`ari Bawean. Juga pada para Syaikh dari luar Nusantara seperti Syaikh Sa`id Al-Yamani dan Syaikh Umar Bajened.

Tak terasa lima tahun sudah Wahab muda mempersembahkan jasad, hati dan nalarnya untuk menerima ilmu dan karomah dari Masyayikh di kota suci Makkah Al Mukaromah. Wahab muda pun kembali ke Jawa, ke Tambakberas Jombang. Dari Tambakberas beliau memandang kehidupan dan perjuangan umat Islam yang masih sporadic dan berjalan sendiri-sendiri, jiwa Wahab Muda bergolak. Entah bagaimana cara beliau belajar pada para gurunya, kesadaran kritis tumbuh menjalar di dalam diri wahab muda. Kesadaran yang menggerakkannya untuk berbuat lebih banyak bagi umat Islam.

Fase II : Mengorganisir ide, Menggerakkan Pemikiran
Keresahan gus Wahab melihat situasi umat Islam masa itu terus merongrong dan menggelitik kesadaran keilmuannya, hingga tahun 1914 kegelisahannya memperoleh jalan keluar saat bersama KH. Mas Mansur yang condong pada islam modernis, beliau mendirikan Kelompok diskusi bernama Tasywirul Afkar yang berarti Pergolakan Pemikiran. Didalam kelompok diskusi ini Gus Wahab bersama para penggerak umat yang lainnya berbagi ide gagasan untuk mencerahkan masyarakat dan menemukan solusi atas problem-prolem keumatan, baik dalam bidang agama maupun bidang social.

Prinsip kebebasan berfikir dan menyampaikan pendapat dalam menemukan menjadi magnet yang kuat dari kelompok ini. Meskipun pada awalnya hanya di ikuti oleh beberapa gelintir orang, dengan berlalunya waktu majlis diskusi Tasywirul Afkar menjadi idola banyak intelektual masa itu. Gaung keberadaan Tasywirul Afkar menggema hingga ke daerah-daerah di luar kota Surabaya. Ada satu pemikiran yang terlontar dari Gus Wahab tentang kelompok ini, bahwa ”Kebebasan berpikir dan berpendapat tidak akan mengurangi ruh spiritualitas umat beragama dan kadar keimanan seorang Muslim”. ( Kang Min ) Posting 1 dari 3


Referensi :
  1. Saifullah Ma'shum (Editor) , "Karisma Ulama, Kehidupan Ringkas 26 Tokoh NU", Penerbit: Yayasan Saefuddin Zuhri dan Penerbit MIZAN
  2. Pengurus Wilayah LP Ma’arif NU Jawa Timur ; Buku Pendidikan Aswaja & Ke-NU-an untuk SMP/MTs.
  3. http://id.wikipedia.org/wiki/Wahab_Hasbullah
  4. www.republika.co.id/
  5. www.alkisah.blogspot.com